Bangkinang -Kasus dugaan penyimpangan dana desa kembali mencuat di Kabupaten Kampar. Dewan Pimpinan Daerah Wawasan Hukum Nusantara (WHN) Kabupaten Kampar resmi melaporkan Kepala Desa Ludai, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, ke Kejaksaan Negeri Kampar, atas dugaan penyalahgunaan dana desa tahun anggaran 2019–2020.
Laporan tersebut disampaikan langsung oleh Ketua DPD WHN Kampar, Udo Muslim, pada Rabu (1/10/2025). Ia menyebut, dari hasil pengawasan lembaganya ditemukan sejumlah kegiatan yang diduga tidak transparan dan berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara.
“Kami menyerahkan data dan dokumen lengkap ke Kejaksaan. Ada proyek yang diduga fiktif dan ada pula yang nilainya tidak sesuai realisasi. Kami ingin semua diperiksa secara hukum, bukan hanya diperingatkan,” ujar Udo Muslim, Ketua WHN Kampar.
Proyek Tak Jelas, Dana Besar Hilang Arah
Dalam laporan tersebut, WHN Kampar merinci beberapa kegiatan yang dinilai bermasalah:
Pemeliharaan jalan desa tahun 2019 senilai Rp 86,3 juta, ternyata dilakukan di jalan kabupaten.
Pengadaan dinamo diesel dan rumahnya senilai Rp 151,5 juta tanpa papan informasi proyek, diduga markup.
Pembangunan dermaga Dusun 3 senilai Rp 20,2 juta, yang hingga kini tidak pernah terealisasi alias fiktif.
Pengadaan ambulans desa senilai Rp 325 juta, namun hingga kini ambulans desa tak pernah ada di Ludai.
Menurut WHN Kampar, temuan ini cukup kuat menjadi dasar dugaan tindak pidana korupsi dan harus segera ditindaklanjuti oleh aparat hukum.
Camat Diduga Lemah dalam Pengawasan
Meski nama Camat Kampar Kiri Hulu, Bustamar, tidak tercantum dalam laporan resmi, WHN menyoroti lemahnya pengawasan dan pembinaan dari pihak kecamatan terhadap aparatur desa.
“Kami memang tidak menuliskan nama camat dalam laporan karena fokus laporan kami pada penggunaan dana desa. Tapi secara moral, camat juga harus bertanggung jawab atas lemahnya pengawasan. Ia pembina para kepala desa, bukan penonton,” tegas Udo Muslim.
Ia juga menilai, lemahnya pengawasan itu tidak bisa dianggap kelalaian semata. WHN mencium adanya indikasi bahwa pembiaran terjadi karena adanya hubungan tidak sehat antara camat dan sejumlah kepala desa, yang bisa mengarah pada dugaan gratifikasi.
“Kami tidak menuduh, tapi dari hasil pantauan, terlihat ada kedekatan yang tidak wajar antara camat dan beberapa kepala desa. Saat ada penyimpangan, camat diam. Publik bisa menilai sendiri,” tambah Udo dengan nada kritis.
WHN: Pengawasan Bukan Formalitas
WHN Kampar mendesak agar Kejaksaan Negeri Kampar tidak hanya memeriksa kepala desa, tapi juga menelusuri peran aparatur di atasnya.
“Kalau sistem pembinaan tidak tegas, maka korupsi akan berulang. Camat seharusnya jadi pengawas, bukan pelindung. Kami minta Kejaksaan menelusuri semua aliran dana dan potensi gratifikasi di lingkaran kecamatan,” tegas Udo Muslim.
Ia menambahkan, lemahnya pengawasan ini menciptakan budaya pembiaran di tingkat desa, yang akhirnya membuat pengelolaan dana publik rawan diselewengkan.
Langkah WHN: Kawal Transparansi Dana Desa
Laporan terhadap Kades Ludai menjadi langkah awal WHN Kampar dalam mendorong transparansi pengelolaan keuangan desa. Lembaga ini juga tengah mengumpulkan data tambahan untuk empat desa lain di wilayah Kampar Kiri Hulu yang diduga bermasalah.
“Ini baru permulaan. Kami akan terus melapor jika masih ditemukan penyimpangan. Dana desa bukan uang pribadi. Kami akan kawal terus agar publik tahu ke mana uang rakyat digunakan,” ujar Udo.
Dukung Agenda Pemberantasan Korupsi Nasional
WHN Kampar menegaskan, langkah mereka sejalan dengan komitmen pemerintah pusat melalui Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, yang menekankan pentingnya tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi.
“Kami tidak mencari sensasi. Ini bagian dari tanggung jawab moral untuk memastikan setiap rupiah dana publik digunakan untuk kepentingan masyarakat. Kejaksaan harus berani bertindak,” tutup Udo Muslim dengan tegas. **tim**