Kampar – Ketegangan hubungan antara Bupati Kampar Ahmad Yuzar dan Sekretaris Daerah Hambali yang mencuat ke publik belakangan ini menuai beragam tanggapan dari berbagai kalangan.
Salah satunya datang dari tokoh masyarakat sekaligus mantan Ketua DPRD Kampar, Ahmad Fikri, yang mengingatkan pentingnya menjaga etika pemerintahan dan nilai-nilai adat dalam menyikapi perbedaan pendapat.
Menurut Ahmad Fikri, apa yang dilakukan Sekda Hambali dengan melontarkan kritik terbuka kepada bupati tidak mencerminkan etika birokrasi yang baik, serta bertentangan dengan budaya masyarakat Kampar yang menjunjung tinggi adat sopan santun dan musyawarah mufakat.
“Secara etika, apa yang dilakukan Saudara Hambali itu tidak sesuai dengan budaya kita di Kampar. Seharusnya antara bupati dan sekda duduk semeja, membicarakan persoalan dengan baik.
Jangan menjadikan masalah sebagai senjata untuk menyerang pimpinan,” ujar Ahmad Fikri.
Ia menjelaskan, dalam adat istiadat Kampar, setiap persoalan sekecil apa pun seharusnya diselesaikan dengan hati dingin melalui jalan musyawarah.
“Kalau dalam adat kita, sebelum bicara keras harus didahului dengan bicara lembut. Sebelum menuding, kita mencari sebab. Inilah cara orang Kampar menjaga marwah, harga diri, dan hubungan baik,” tegasnya.
Lebih lanjut, Fikri menekankan pentingnya loyalitas dan saling menghormati pimpinan dalam sistem pemerintahan.
“Hambali harus memahami bahwa saat ini Ahmad Yuzar adalah pimpinan. Dulu memang pernah sebaliknya, tapi sekarang berbeda.
Dalam adat Kampar, ketika seseorang sudah duduk di kursi kepemimpinan, maka wajib dihormati, bukan diserang di ruang publik,” katanya.
Terkait isu pergantian mobil dinas bupati, Ahmad Fikri menilai hal tersebut tidak perlu dipermasalahkan.
Menurutnya, pergantian mobil dinas merupakan hal wajar dalam pemerintahan, terutama bila kendaraan lama sudah tidak layak pakai.
“Siapa pun bupatinya, kalau mobil dinasnya sudah lama, wajar diganti. Itu kebutuhan kerja, bukan kemewahan.
Jadi tidak perlu dibawa ke ranah politik,” ujarnya.
Sebagai penutup, Ahmad Fikri mengingatkan seluruh pejabat dan aparatur di lingkungan Pemkab Kampar agar selalu berpedoman pada etika adat Kampar, yang menekankan keseimbangan antara marwah, sopan santun, dan tanggung jawab moral terhadap masyarakat.
“Etika adat Kampar harus kita pakai. Kita punya budaya malu, sopan santun, dan musyawarah mufakat.
Jangan karena ego jabatan, nilai-nilai itu hilang. Dalam adat kita ada pepatah: nan tuo dihormati, nan mudo disayangi, nan samo dilabui artinya kita harus menjaga keharmonisan, bukan menciptakan pertikaian, masyarakat butuh ketenangan dan pelayanan,” tutupnya.***