Kampar – LSM Komunitas Pemantau Korupsi Nusantara (KPK-Nusantara) Kabupaten Kampar memberikan perhatian serius terhadap dugaan penyimpangan Dana Desa (DD) yang mencapai Rp31,8 miliar di sejumlah desa di Kabupaten Kampar.
Dugaan tersebut berdasarkan hasil audit dan investigasi Inspektorat Kabupaten Kampar bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) sejak tahun 2015 hingga 2021, dengan pemeriksaan terakhir pada tahun 2022.
Ketua LSM KPK-Nusantara Kabupaten Kampar, Dedi Osri, S.H, menyampaikan apresiasi atas langkah Inspektorat yang mulai membuka hasil audit penggunaan Dana Desa secara terbuka.
Namun, Dedi menegaskan bahwa langkah tersebut harus diikuti dengan tindakan tegas dan konsisten terhadap pihak-pihak yang terindikasi melakukan penyimpangan.
“Kami mengapresiasi keberanian Inspektorat Kampar dalam mengungkap hasil audit.
Namun kami juga meminta agar Inspektorat benar-benar konsisten dan tidak berhenti pada pembinaan administratif.
Bila ada penyimpangan nyata, maka wajib direkomendasikan ke aparat penegak hukum,” ujar Dedi.
Lebih lanjut, Dedi mengungkapkan bahwa nilai temuan Rp31,8 miliar itu belum mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan.
“Kami menduga angka Rp31,8 miliar itu merupakan hasil audit reguler. Jika dilakukan audit khusus dan menyeluruh, angka kerugian negara bisa dua kali lipat lebih besar dari yang disampaikan,” tegasnya.
Dedi juga mengingatkan bahwa tindak lanjut hasil audit telah diatur jelas dalam ketentuan perundang-undangan, yakni:
1. Pasal 20 ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, yang menyebutkan:
“Pihak yang diperiksa wajib menindaklanjuti hasil pemeriksaan paling lama 60 (enam puluh) hari setelah LHP diterima.”
2. Pasal 34 ayat (2) Permendagri Nomor 23 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, yang menegaskan:
“Apabila hasil pemeriksaan tidak ditindaklanjuti dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud, Inspektorat wajib menyampaikan rekomendasi kepada Aparat Penegak Hukum (APH).”
“Artinya jelas, jika dalam waktu 60 hari sejak diterimanya LHP tidak ada tindak lanjut, maka Inspektorat wajib merekomendasikan ke APH.
Tidak ada alasan untuk menunda atau menutup-nutupi hasil pemeriksaan,” tegas Dedi.
Menurutnya, pembiaran terhadap temuan berlarut-larut tanpa tindak lanjut nyata dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap kinerja pengawasan pemerintah daerah.
Dana desa adalah amanah rakyat. Bila diselewengkan, wajib dikembalikan, dan jika tidak, harus ada tindakan hukum.
LSM KPK-Nusantara akan terus mengawal proses ini hingga tuntas,” pungkasnya.****