KAMPAR – Aktivitas kandang ayam potong yang beroperasi di tengah kawasan Perumahan Mutiara Mas, Desa Pandau Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, menuai kecaman keras warga. Usaha peternakan yang diduga milik Wali Kota Payakumbuh, Zulmaeta, tersebut dinilai mencemari lingkungan, memicu wabah lalat, serta berpotensi melanggar sejumlah ketentuan hukum lingkungan dan tata ruang.
Puncak keresahan warga terjadi pada Selasa (16/12/2025), saat perwakilan masyarakat mendatangi Kantor Desa Pandau Jaya untuk menyampaikan pengaduan resmi. Dalam pertemuan dengan Sekretaris Desa Pandau Jaya, Benny Malindo, warga mempertanyakan legalitas usaha kandang ayam yang beroperasi di kawasan permukiman padat penduduk.
Perwakilan warga, Jumiardi, menegaskan bahwa dampak kandang ayam tersebut sudah berada pada kondisi darurat lingkungan.
“Wabah lalat dan bau menyengat kami alami setiap hari. Ini bukan lagi soal kenyamanan, tapi sudah mengarah ke ancaman kesehatan. Kami minta kejelasan izin usaha dan dokumen lingkungannya,” tegas Jumiardi.
Warga mendesak pemerintah desa dan pemerintah kabupaten segera memfasilitasi pertemuan terbuka yang melibatkan pemilik usaha, masyarakat terdampak, Dinas Lingkungan Hidup, serta Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar.
Sorotan tajam juga datang dari kalangan mahasiswa. Aktivis mahasiswa Kampar, Herik, menilai negara tidak boleh kalah oleh kepentingan pemilik modal maupun jabatan.
“Jika benar usaha ini mencemari lingkungan dan beroperasi tanpa izin yang sah, maka wajib ditindak. Tidak boleh ada impunitas, apalagi pemiliknya pejabat publik,” ujar Herik.
Dari perspektif hukum lingkungan, pakar lingkungan Elvriadi menilai usaha peternakan ayam tersebut kuat diduga tidak memiliki dokumen lingkungan berupa UKL-UPL.
“Dengan adanya dampak pencemaran udara dan wabah lalat, hampir dapat dipastikan tidak ada UKL-UPL. Ini jelas pelanggaran,” tegasnya.
Secara hukum, dugaan pelanggaran tersebut beririsan langsung dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya:
Pasal 36 ayat (1): setiap usaha dan/atau kegiatan wajib memiliki izin lingkungan;
Pasal 109: setiap orang yang menjalankan usaha tanpa izin lingkungan dapat dipidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.
Selain itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021, usaha peternakan ayam termasuk kegiatan yang wajib memiliki dokumen UKL-UPL sebagai instrumen pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan.
Dari sektor peternakan, aktivitas tersebut juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 41 Tahun 2014, yang mewajibkan setiap usaha peternakan:
menjaga kesehatan masyarakat,
mencegah penyebaran penyakit,
serta tidak mencemari lingkungan sekitar.
Keberadaan kandang ayam di tengah kawasan perumahan juga dinilai bertentangan dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kampar, yang mengatur zonasi pemanfaatan ruang agar tidak menimbulkan konflik lingkungan dan sosial.
Atas dasar itu, warga bersama aktivis mendesak Bupati Kampar agar segera mengambil langkah tegas dengan memerintahkan:
Pemeriksaan menyeluruh perizinan usaha;
Audit dokumen lingkungan (UKL-UPL/izin lingkungan);
Pengujian dampak kesehatan masyarakat;
Penghentian sementara atau penutupan usaha apabila terbukti melanggar hukum.
“Jika hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, maka keadilan lingkungan akan runtuh. Kami minta Bupati Kampar bertindak tegas dan transparan,” tegas Herik.
Sementara itu, Sekretaris Desa Pandau Jaya, Benny Malindo, menyatakan pihak desa telah menerima laporan warga dan akan meneruskannya kepada Kepala Desa serta instansi terkait untuk ditindaklanjuti sesuai kewenangan yang berlaku.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak pemilik kandang ayam belum memberikan keterangan resmi terkait tudingan pelanggaran izin dan pencemaran lingkungan tersebut. (rls)












