Rp. 400 Juta yang Bicara: Rumah Dinas, Uang Tunai, dan Senyapnya Kekuasaan

INDRAGIRI HULU — Tidak ada sirene. Tidak ada pengumuman. Namun ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) keluar dari Rumah Dinas Bupati Indragiri Hulu, satu fakta tak bisa disembunyikan: uang tunai lebih dari Rp. 400 juta ikut dibawa pergi.

Temuan itu bukan sekadar angka. Ia adalah pertanyaan besar yang kini menggantung di atas kepala pemerintahan daerah.

Penggeledahan yang dilakukan pada Kamis (18/12/2025) tersebut merupakan bagian dari pengembangan penyidikan perkara korupsi di Provinsi Riau. KPK tidak datang tanpa alasan, dan tidak menggeledah rumah jabatan kepala daerah tanpa dasar hukum yang kuat.

Uang Tunai di Rumah Jabatan: Wajar atau Janggal?

Dalam konteks pemerintahan modern, menyimpan uang ratusan juta rupiah secara tunai di rumah dinas jelas bukan praktik lazim. Rumah dinas adalah fasilitas negara, bukan ruang privat tanpa batas.

Pertanyaannya sederhana, namun krusial:

Dari mana asal uang itu?

Untuk kepentingan apa disimpan?

Mengapa tidak berada di sistem keuangan formal?

KPK belum membeberkan detailnya. Namun publik tahu, uang yang disita KPK tidak pernah dianggap remeh. Setiap lembaran memiliki potensi keterkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan kebijakan.

Belum Tersangka, Tapi Sudah Diperiksa Sejarah

Secara hukum, Bupati Indragiri Hulu belum ditetapkan sebagai tersangka. Prinsip praduga tak bersalah tetap berlaku. Namun dalam logika penegakan hukum, penggeledahan adalah fase lanjutan, bukan permulaan.

Artinya, penyidik telah lebih dulu bekerja dalam senyap:

mengumpulkan keterangan,

memetakan alur,

menilai relevansi peran.

Baru setelah itu, pintu rumah dinas diketuk.

Getaran di Balik Meja Birokrasi

Sejak penggeledahan itu, suasana di lingkungan pemerintahan daerah disebut berubah. Lebih hening. Lebih berhati-hati. Sebab kasus ini tidak berdiri sendiri—ia terkait dengan pusaran besar perkara korupsi di Riau yang telah menyeret pejabat tingkat provinsi.

Bagi publik, ini bukan sekadar kabar hukum. Ini soal kepercayaan.

Ketika uang ditemukan di rumah jabatan, yang diuji bukan hanya hukum pidana, tapi juga etika kekuasaan.

KPK Tidak Pernah Masuk Tanpa Alasan
Pengalaman membuktikan, KPK bukan institusi yang bergerak impulsif. Setiap penggeledahan adalah pesan, dan setiap pesan selalu punya tujuan: membuka tabir yang lebih besar.

Apakah Rp400 juta ini:

sisa aliran?

simpul distribusi?

atau hanya bagian kecil dari skema yang lebih luas?

Jawabannya belum diumumkan. Tapi satu hal pasti: uang itu kini menjadi saksi.

Dan di hadapan KPK, saksi tidak pernah diam selamanya. *****